Kemerdekaan Harapan Kebebasan
Mumpung bulan Agustus bulan kemerdekaan, mumpung masih sempet nge-blog (soalnya minggu ini padet banget bow hehehe... ada kerjaan ekstra yang kudu dicicil buat ntar liburan 'n juga nyiapin JDC Writing Contest 'n nyebarin tiket konser GMB di Cikarang tanggal 26 Agustus ntar tiap jam istirahat kantor), let me write about what's on my mind about kemerdekaan. Ada banyak versi 'n sudut pandang tentang kemerdekaan, I just wanna share a piece of my thoughts.Kemerdekaan = kebebasan yang bertanggung jawab. Setuju banget... Semua orang dah tau kalo kemerdekaan yang sehat 'n balance adalah kebebasan yang juga dijabanin bareng tanggung jawab, coz setiap pilihan punya konsekuensinya masing-masing, apakah itu positif atau negatif. Trus gimana jadinya kalo ada unsur harapan yang ditambahin ke dalamnya? Ngefek sih pasti, that's why aku mau ngebahas dari sisi harapan.
Dimanapun kita hidup, selalu ada orang-orang yang punya harapan ke kita. Keluarga kita punya harapan (misal, yang paling gampang aja deh, mereka berharap anaknya yang masih jomblo cepet dapet pasangan, mereka berharap anaknya yang udah merit cepet dapet momongan, dll), bozz di kantor punya harapan (bawahannya bisa multitasking, bisa kerja cepet, lempeng di bawah tekanan, rela digaji rendah, dll... wah yang terakhir parah tuh hehehe...), temen 'n sahabat kita punya harapan (kita selalu ada buat mereka, kita setia, kita selalu nolong mereka pas mereka butuh, dll), pemerintah juga punya harapan ke masyarakat. Kita kayaknya ga bisa lepas dari harapan orang laen atas diri kita, dari fisik sampe non fisik kayak karakter, sikap, keputusan, 'n tindakan. On the contrary, sadar atau engga, kita pun punya harapan-harapan atas orang laen.
Now the questions are...
Ø Apakah kita bisa dibilang merdeka kalo kita menentukan sikap kita secara independen ‘n ga memenuhi harapan orang laen?
Ø Apakah kita bisa dibilang bandel ato pemberontak kalo kita menolak memenuhi harapan orang laen ‘n mempunyai harapan or pilihan sendiri?
Ø Apakah kita masih bisa menikmati kemerdekaan kalo pada akhirnya kita memutuskan untuk tidak memenuhi harapan orang laen? (dengan konsekuensi dijauhi ato dicap segala macem)
Of course pertama kita harus bisa lebih dulu membedakan apakah harapan mereka itu positif atau engga, baek atau engga, realistis atau engga, dengan mempertimbangkan kondisi kita yang sekarang. Selaen itu, ada faktor-faktor laen yang juga kudu dipertimbangkan...
Ga bermaksud nge-judge, tapi emang ada tipe orang yang dominan (salah satu karakter alaminya koleris), bawaannya pengen ngatur orang, punya standar yang tinggi 'n susah banget digoyahkan, 'n punya harapan standarnya itu harus diikutin oleh orang-orang yang laen. Trus, ada juga tipe orang yang punya rasa ga aman. Orang ini jadi me"maksa"kan harapannya ke orang laen karna dia pengen membuat orang laen juga merasa ga aman seperti dirinya, biasanya siy orang ini ga nyadar kalo dia merasa ga aman 'n ga nyadar apa motivasi terdalamnya ngelakuin itu. Tipe laen, mereka, seperti juga kita, punya harapan atas orang laen berdasarkan standar "baik" yang kita punya masing-masing. Jadi alasan kita mengutarakan harapan kita ke orang laen itu supaya mereka jadi lebih baik (terlepas dari apakah "baik"nya ini subyektif atau obyektif).
Aku sendiri pernah ada di posisi yang punya harapan atas orang laen 'n juga yang diharapkan ama orang laen untuk berubah jadi lebih baek. Pernah juga ngerasa bingung apakah aku harus memenuhi harapan orang laen atau mengabaikannya begitu aja 'n make my own choice. Pertanyaan-pertanyaan tentang harapan dan kebebasan itu juga pernah melintas di benakku. Bukankah setiap orang punya hak asasi untuk menentukan pilihan sepanjang itu bisa dipertanggungjawabkan?
Misalnya ni... tentang iman. Kalo mo diliat dari segi hukumnya, setiap kita punya hak asasi untuk nentuin iman kepercayaan kita. Tapi prakteknya? Perubahan kepercayaan punya konsekuensi yang sering harus dibayar mahal, mulai dari dijauhi, digunjingkan, diintimidasi, ga dianggap keluarga lagi, sampe taruhan nyawa. Kebanyakan orang masih mempunyai "hukum" mereka sendiri ketimbang menyadari kebenaran tentang free will 'n mengadaptasi hukum yang disahkan. Itu cuman salah satu topik aja, kebetulan yang berat hehehe...
Dalam segala hal, kita punya hak untuk menentukan pilihan yang punya konsekuensinya sendiri-sendiri. Kebebasan yang sudah disikapi secara dewasa adalah jika kita sepenuhnya bertanggungjawab atas konsekuensi dari pilihan kita bukannya melimpahkan tanggung jawab ke pihak laen di luar diri kita (dengan menyalahkan keadaan atau menyalahkan orang laen). Memang ada hal-hal yang terjadi di luar kuasa kita, tapi tetep aja mayoritas tanggung jawabnya ada di kita. Dat's why we need His wisdom, coz cuman God yang tau what's best. God emang kasih kita free will, but still, emang cuman Dia yang bisa ngeliat the whole big picture and emang He knows better than us...
As a human, sometimes we did mistakes, walopun kita udah melibatkan Dia. But that's not the reason to stop believing 'n depending on Him. Kesalahan itu naturally is a part of our process. Selama kita tetep mau terus belajar ama Dia, we will be better and better.
Harapan... emang ga bisa dihindari (entah orang laen yang punya harapan atas kita atau kita yang punya harapan atas orang laen 'n seringkali yang terjadi orang lain ga bisa memenuhi harapan kita, dan kita juga ga bisa memenuhi harapan orang lain), tapi bisa diterjemahkan dengan lebih dewasa kalau kita menyadari adanya free will (salah satu organ invisible yang God ciptain dalam diri setiap manusia), keunikan (coz somehow kita diciptakan berbeda satu sama laen untuk purposeNya yang berbeda pula atas masing-masing kita, and perbedaan ini otomatis juga jadi ngefek ke perbedaan preferensi, perbedaan kesukaan, 'n perbedaan-perbedaan laen) 'n last but not least kuasa doa (kalo misalnya harapan kita atas seseorang itu bener 'n maybe orang itu lagi ga bisa menentukan pilihan dengan bener karna satu dan laen hal).
Freedom? It's all begin with ourselves...
0 comments:
Post a Comment