Showing posts with label WritingStuff. Show all posts

Inspirasi atau Plagiat?

Masalah ini pernah saya singgung sedikit di salah satu postingan saya. Meskipun demikian, masalah ini menjadi menarik untuk dibahas lebih lanjut setelah menjadi salah satu topik panas di forum ini.

Salah satu pertanyaan yang muncul dalam forum tersebut adalah bagaimana membedakan antara inspirasi dengan plagiat?

Terus terang, ini adalah pertanyaan yang gampang sekaligus sulit untuk dijawab. Kenapa? Karena bentuk plagiat itu sendiri bermacam-macam dan orang bisa memberikan banyak argumentasi untuk menuduh ataupun berkelit dari plagiat.

Inspirasi bisa dijadikan senjata untuk menepis plagiarisme. Sebaliknya cap plagiat bisa dijatuhkan kepada orang yang memang ingin dihancurkan. Akhirnya, garis antara plagiat dan inspirasi bisa setebal tembok China atau setipis benang.

Tapi mari kita berusaha membuat batasnya.

Plagiat itu mengambil pemikiran orang lain dan mengakuinya sebagai milik sendiri. Mau semuanya, mau sebagian, asal kamu mencomot punya orang dan kamu tidak memberi tahu bahwa itu punya orang lain, itu namanya plagiatisme. Kalau kamu mengambil alur cerita orang lain dan cuma mengganti nama dan settingnya, itu plagiat. Kalau kamu memungut satu tokoh utuh yang khas dari cerita orang lain, kamu dapat dituduh sebagai plagiator. Kalau kamu mengambil kalimat, paragraf, atau adegan khas dari cerita orang lain, kamu juga dapat dianggap sebagai tukang contek.

Ini salah satu contohnya:

Ningrum membuka lebar pintu almari itu. Ternyata almari pakaian. Ia melihat beberapa mantel yang terbuat dari bulu tergantung di dalam almari…. Ia merasa dapat masuk lebih ke dalam. Ia terus melangkah…. Sembari berharap tangannya akan menyentuh suatu seperti papan kayu. Tetapi, heran ia, tidak pernah ia menyentuhnya.

Tidak lama kemudian, ia merasakan sesuatu menerpa wajahnya… “He, sepertinya cabang-cabang pohon!” seru Ningrum…. Tidak berselang lama, ia menyadari dirinya berada di tengah-tengah hutan, pada waktu malam hari, dan sedang turun hujan salju.


dikutip dari deetopia.multiply.com



Sudah tahu kan, karya apa yang diconteknya?

Lalu bagaimana dengan terinspirasi? Nah, ini bagian yang sedikit sulit. Apa yang dianggap satu penulis sebagai terinspirasi, bisa jadi dianggap sebagai plagiat bagi orang lain. Tapi tenang saja. Ada trik untuk mengatasinya.

Bagi saya, suatu naskah dapat disebut terinspirasi ketika ia memungut sebagian kecil ide penulis lain dan mengembangkannya sendiri dengan gayanya sendiri.

Kalau saya membuat tokoh bocah laki-laki pemburu sundel bolong tapi settingnya saya pindah ke tahun 1820 di Indonesia (zaman Perang Diponegoro), kemudian saya buat dia memiliki kepribadian ganda, dan memiliki kisah cinta ala Cinderella, apakah Anda akan menuduh saya menyontek karakter Buffy the Vampire Slayer? Tidak, kan?

Kalaupun saya sial dan ada orang yang menuduh saya menyontek karakter Buffy, saya bisa mengelak karena saya mencampurkan banyak ide pada tokoh Buffy tersebut. Begitu kecil ide yang saya pinjam dari penulis lain sehingga ide dari penulis awalnya tidak terlihat. Saya tetap harus berpikir tentang banyak hal: latar belakangnya kehidupannya, hubungannya dengan keluarga, hubungannya dengan penjajah Belanda saat itu, dan lain-lain. Dengan sendirinya, karakter saya akan beda sekali dengan karakter Buffy yang menjadi inspirasi saya.

Tuduhan plagiarisme bisa saja dituduhkan kepada saya kalau saya membuat karakter sahabat yang mirip dengan karakter teman-teman Buffy ataupun saya menggunakan plot yang akan mengingatkan orang pada cerita Buffy. Bahkan saya juga bisa dianggap plagiat kalau saya membuat adegan yang yang mengingatkan orang pada cerita Buffy. (Karena inilah saya tidak mengerti mengapa Matrix tidak dituntut oleh pihak pembuat Ghost in the Shell)

Jadi, perbedaan antara plagiat dan inspirasi sebenarnya adalah sejauh mana Anda mengolah ide itu. Semakin banyak hal yang Anda modifikasi dari ide tersebut, semakin besar senjata Anda untuk mengelak dari tuduhan plagiat. Lebih bagus lagi kalau karya Anda lebih hebat dari ide awalnya. (Logikanya, di mana-mana hasil fotokopi itu lebih buruk daripada aslinya)

Namun di atas semua ini, demi reputasi Anda sendiri, bersikaplah jujurlah. Kalau ide itu memang milik orang lain, beri tahu pemilik ide tersebut. Masukkan namanya di daftar pustaka ataupun daftar ucapan terima kasih. Sebut namanya berkali-kali saat Anda diwawancarai. Sebagai informasi. hal inilah yang dilakukan oleh Yann Martel, pengarang Life of Pi, serta Wachowski bersaudara, pencipta Matrix. Anda juga bisa mengirim sejumlah uang sebagai ucapan terima kasih (baca: kalau Anda takut pengarang aslinya berkoar-koar). Percayalah, usaha kecil ini akan membantu menyelamatkan Anda kalau ada orang iseng yang ingin menuduh Anda plagiat. Anda tidak akan pernah tahu kapan Anda akan terkenal, kan?

Sumber (daripada nanti ada yang menuduh saya plagiat):
http://in.rediff.com/getahead/2006/may/09pla.htm
http://www2.ups.edu/CWL/Plagiarism.htm

Sumber : http://suplalerijo.blogsome.com/

Jangan Menunggu Mood

Berikut ini adalah surat yang dimuat di salah satu milis kepenulisan. Sudah sedikit lama, tapi menurut saya tetap relevan untuk dibahas.

Hai semua,

Saya Bagus, Bali, saya punya masalah nih.

Di otak saya selalu ada ide dan inspirasi, tapi untuk menuangkannya ke dalam tulisan saya perlu mood, waktu atau tempat khusus. Sementara saya sekarang disibukkan oleh pekerjaan saya sebagai penjaga warnet.

Saya yakin bisa menuangkan isi otak saya ke atas kertas dengan catatan saya tidak disibukkan oleh pekerjaan. Tapi kalo saya tak kerja perut saya akan kelaparan.

Gimana dong, biar saya bisa aktif menulis dan juga bekerja untuk bisa survive hidup. Mungkinkah saya bisa menulis dengan perut lapar?

Bagus,

Idealnya semua penulis terkurung di dalam kamar cantik di atas gunung, dilengkapi dengan fasilitas komputer, perpustakaan, dan audio super lengkap, serta dijaga oleh tiga ekor naga raksasa di luar. Naga pertama untuk menendang boss kita yang hendak memberikan pekerjaan tambahan, naga kedua untuk menjaga agar keluarga dan teman agar tidak masuk, dan naga ketiga untuk mengusir editor kita. Dengan cara hidup seperti itu, kita –para penulis- bisa menulis dengan tenang.

Tapi sayangnya, tidak semua penulis hidup dalam kemewahan seperti itu. (Percayalah, saya juga mau punya naga seperti itu) Sebagian besar dari kita harus membanting tulang untuk bekerja, mengejar dosen, melakukan tugas sekolah hingga di akhir hari tidak ada yang tersisa kecuali badan yang rasanya mau remuk. Dengan kondisi seperti ini, bagaimana Anda menemukan waktu ideal untuk menulis? Dan jika Anda hanya mau menulis saat waktu ideal datang, kapan cerita Anda mau selesai?

Mari saya beritahu sesuatu, Bagus. Ide cerita terbaik kadang-kadang muncul justru bukan di waktu ideal kita. Kalimat, ending, konflik, karakter terbaik saya tercipta justru saat saya sedang naik angkutan umum. Saat itu juga saya menuliskannya tanpa peduli tatapan orang. Anda ingin tahu di mana Stephen King menuliskan novelnya pada awal-awal karirnya? Di atas mesin cuci saat istirahat makan siang (saat itu ia bekerja di binatu).

Penulis yang baik harus bisa mengatasi mood-nya, Bagus. Ia tidak boleh dibatasi ruang dan waktu tertentu untuk menghasilkan karya. Contohlah para wartawan. Apa jadinya koran bila wartawannya hanya bisa menulis bila sedang mood?

Jadi saran saya, teruslah menulis di sela-sela pekerjaan Anda. Bila Anda sedang tidak diganggu klien, menulislah. Bila Anda punya waktu senggang saat makan siang, menulislah sambil makan. Bila Anda berada dalam perjalanan pulang, menulislah saat menunggu angkutan umum. Mungkin yang lahir adalah coretan-coretan kasar yang tidak terbentuk. Tapi hal ini jauh lebih baik daripada Anda menulis hanya pada saat ideal Anda.

Menulis bukanlah proses sulap yang sekali abrakadabra jadi. Dia harus dipoles, dipotong, ditambal, disulam hingga akhirnya menjadi karya yang cantik. Kalau Anda hanya menulis saat-saat tertentu saja, Anda yang rugi. Keajaiban ide itu tidak terjadi dengan sendirinya, Bagus. Buatlah keajaiban itu datang.

NB: Lagipula kalau Anda bisa menulis cerita sembari menjaga warnet, itu akan jadi cerita yang bagus untuk biografi Anda kelak. Ya, kan?

Sumber : http://suplalerijo.blogsome.com/